GPOCP
Laporan tahunan
2015
Text
Kantor AS GPOCP P.O. Box 15680 Boston, MA 02215 Email: saveGPorangutans@gmail.com Kantor Indonesia Yayasan Palung Jl. Kol. Soegiono Gg. H. Tarmizi No. 05 Ketapang 78812 Kalimantan Barat Indonesia Phone/Fax: +62 534-3036367 Email: saveGPorangutans@gmail.com d
GPOCP 2014 ANNUAL REPORT | 2
3
Rincian Kontak.....................................................................................................2 Visi dan Misi Kami...............................................................................................4 Kata Pengantar dari Dr. Cheryl Knott...........................................................5 1. Pendahuluan................................................................................................6 2. Pendidikan Lingkungan..........................................................................10 3. Kampanye Penyadartahuan Konservasi............................................15 4. Mata Pencaharian Berkelanjutan........................................................19 5. Monitoring dan Investigasi Kejahatan Margasatwa......................22 6. Hutan Desa.................................................................................................24 7. Penelitian Orangutan..............................................................................26 8. 2015: Tahun Bersejarah..........................................................................31 Menetap Ke Depan: Tujuan di Tahun 2016.................................................37 Staff GPOCP.......................................................................................................38 Anggota Dewan GPOCP..................................................................................39 Donor-donor di Tahun 2015...........................................................................40
DAFTAR ISI
misi kami
Melindungi populasi-populasi orangutan dan keanekaragaman hayati hutan di dalam dan di sekitar Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat, Indonesia
Seekor orangutan betina dan bayinya bergerak diantara pepohonan di Taman Nasional Gunung Palung. Photo © Kat Scott
Membangun komunitas masyarakat yang sadartahu dan termotivasi untuk melindungi orangutan, habitatnya, dan bentang alam Taman Nasional Gunung Palung
4
visi kami
adalah tahun bersejarah bagi organisasi ini. Kami telah bekerja keras untuk mengembangkan strategi-strategi konservasi, termasuk bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk menemukan cara-cara melindungi orangutan sembari menyokong pembangunan berkelanjutan, meningkatkan kesadartahuan dan pengetahuan akan pentingnya melindungi habitat hutan hujan dan secara langsung mengatasi perdagangan dan perburuan margasatwa. Pada tahun 2015 kami berhasil mencapai beberapa kesuksesan yang pantas dirayakan. Inisiatif Hutan Desa dikembangkan untuk memastikan pengelolaan berkelanjutan 7,500 hektar habitat orangutan di bentang alam Gunung Palung, proyek Pendidikan Lingkungan berhasil melibatkan ribuan penduduk di enam desa terpencil dalam kegiatan-kegiatan konservasi, dan program Mata Pencaharian Berkelanjutan telah berkembang hingga mengikutsertakan akuakultur sebagai mata pencaharian “ramah hutan” – sebuah upaya yang telah disambut baik oleh anggota masyarakat. Proyek penelitian, kini telah berjalan selama 24 tahun, terus memberikan pandangan-pandangan baru bagi kami tentang dunia orangutan liar. Tahun ini, tim peneliti mencatatkan lebih dari 2.800 jam mengikuti kera besar menakjubkan ini di Stasiun Penelitian Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung. Terakhir, tahun ini kami merayakan peringatan 30 tahun Cabang Panti, dimana seluruh staff bekerja bersama sebagai tim untuk menyelenggarakan simposium dua hari dan perjalanan seminggu penuh ke stasiun penelitian bagi peneliti-peneliti yang dahulu pernah bekerja di sana, counterpart-counterpart, anggota dewan dan pejabat pemerintahahan daerah. Terimakasih kepada seluruh sahabat-sahabat, pendukung dan donor-donor atas bantuannya dalam upaya kami melindungi Taman Nasional Gunung Palung dan orangutan-orangutan di dalamnya! Dengan hormat,
5
Bawah: Dr. Knott dan putrinya, Jessica, di lapangan, musim panas 2014. Photo © Tim Laman.
Kata Pengantar dari Direktur Eksekutif Dr. Cheryl Knott
1.1 MENGAPA TAMAN NASIONAL GUNUNG PALUNG?
1. pendahuluan
Taman Nasional Gunung Palung (TNGP), terletak di Kalimantan Barat, Indonesia (Borneo) adalah sebuah kawasan dilindungi seluas 108,000 hektar (1,080 km2) yang menjadi tempat bagi tujuh jenis ekosistem, pengaman kekayaan keanekaragaman primata, burung dan botani, serta penyedia jasa lingkungan penting bagi masyarakat yang berdiam di sekitar kawasan Taman Nasional. Keterlibatan kami dalam penelitian ilmiah di daerah ini selama lebih dari 24 tahun, terutama karena TNGP adalah salah satu tempat paling penting yang tersisa dari habitat orang utan yang masih utuh di seluruh dunia. Taman Nasional dan kawasan hutan disekitarnya merupakan rumah bagi kurang lebih 5,000 subspesies orangutan Kalimantan, Pongo pygmaeus wurmbii. Ini adalah kurang lebih 10% dari populasi orangutan Kalimantan yang tersisa. Karenanya, TNGP telah ditetapkan oleh United Nations Great Ape Survival Project sebagai kawasan konservasi prioritas. Terdiri atas lahan basah lembab tropis, rawa gambut dan hutan-hutan pegunungan, TNGP merupakan tempat bagi banyak sekali spesies-spesies endemik dan terancam termasuk kelempiau (Hylobates albibarbis), beruang madu (Helarctos melayanus), bekantan (Nasalis larvatus), trenggiling Sunda (Manis javanica), tarsius (Cephalopachus bancanus) dan enggang badak (Buceros rhinoceros). Selain nilai konservasi dan ilmiah sebagai satu-satunya hutan hujan aluvial dataran rendah utuh yang masih tersisa di Kalimantan, TNGP juga merupakan kawasn penangkap air yang penting, menyediakan air bersih bagi populasi di sekitar kawasan. Kawasan ini juga berperan besar dalam meredam dampak perubahan iklim di region ini, dengan hutan gambut dalamnya yang berperan sebagai carbon sink dan mitigasi banjir serta pasang air asin yang merusak pertanian pesisir.
6
Seiring kian banyaknya habitat hutan hujan yang menghilang, populasi orangutan di dan sekitar TNGP menjadi korban dari pertarungan atas lahan, pembangunan dan pemasukan ekonomi. Pembukaan hutan untuk penebangan dan pertanian meningkatkan akses bagi pemburu gelap yang terlibat dalam perdagangan margasatwa ilegal. Penurunan kualitas habitat menyebabkan langkanya makanan, yang kemudian meningkatkan stress pada kera besar-kera besar ini, mengancam kesehatan mereka dan berpotensi buruk bagi laju reproduksinya. Kurangnya makanan pada waktu-waktu tertentu memaksa orangutan untuk mencari makan di perkebunan kelapa sawit atau lahan pertanian pribadi, memicu konflik antara manusia dan orangutan. Dalam kasus-kasus sedemikian, orangutan biasanya ditangkap dan dijual, atau dibunuh.
1.2 ANCAMAN BAGI KONSERVASI
Peta ini, dari Global Forest Watch, menunjukkan luasnya hutan yang hilang dan lahan yang dikonversi menjadi konsesi-konsesi kelapa sawit di kawasan sekitar Taman Nasional Gunung Palung. Melindungi hutan primer yang tersisa termasuk keanekaragaman hayati yang berdiam di dalamnya, khususnya orangutan, adalah prioritas utama kami.
Di seluruh Kalimantan Barat, kepentingan ekonomi jangka pendek mengeksploitasi sumber daya alam yang ada, termasuk di kawasan-kawasan sekitar Taman Nasional Gunung Palung. Hutan dibersihkan, kayu dan mineral diekstraksi dengan laju yang mengkhawatirkan dan lahan gambut dikeringkan untuk pertanian skala industri, mendatangkan malapetaka bagi ekosistem dan menghancurkan keanekaragaman hayati. Pada tahun 2014, NGO Global Forest Watch memperkirakan sepertiga (33%) dari 14,4 juta hektar lahan di Kalimantan Barat menjadi milik perusahaan-perusahaan kelapa sawit. Termasuk didalamnya adalah kawasan-kawasan berhutan amat luas yang mengelilingi batas-batas timur dan selatan TNGP, yang berada di luar kawasan dilindungi, namun tetap merupakan habitat penting bagi populasi orangutan di Taman Nasional. Hutan-hutan di kawasan penyangga ini juga secara tradisional menyediakan bahan-bahan alami dan jasa lingkungan bagi penduduk lokal, yang dibutuhkan untuk menyokong kehidupan mereka. Yang memperparah masalah ini adalah fakta bahwa kebanyakan penduduk di daerah-daerah ini berpendidikan rendah, hanya menyelesaikan pendidikan dasar atau menengah pertama, sehingga pilihan-pilihan mata pencaharian bagi mereka menjadi terbatas; biasanya bertani (dengan menggunakan metode ladang berpindah) atau berpatisipasi dalam kegiatan-kegiatan lain yang merusak lingkungan semisal penebangan atau perburuan ilegal. Akibatnya, mereka terdesak untuk masuk ke dalam kawasan Taman Nasional guna memenuhi kebutuhan mata pencaharian mereka.
7
8
Gunung Palung Orangutan Conservation Program (GPOCP) memiliki tujuan untuk memastikan masa depan bagi populasi orangutan dan habitat hutan tropisnya di dalam dan sekitar Taman Nasional Gunung Palung. Kami memulainya tahun 1992 dengan sebuah proyek penelitian ilmiah yang dikenal sebagai Gunung Palung Orangutan Project, dan tahun demi tahun secara progresif berkembang menjadi organisasi penelitian dan konservasi bentang alam, yang bekerja demi melindungi TNGP dan kawasan penyangga disekitarnya guna memastikan masa depan bagi satu-satunya kera besar Borneo. Kami mengambil pendekatan multi-cabang terhadap konservasi, menggunakan lima strategi utama: 1) Pendidikan Lingkungan dan Penyadartahuan Konservasi, 2) Mata Pencaharian Berkelanjutan, 3) Monitoring dan Investigasi Kejahatan Margasatwa, 4) Hutan Desa, dan 5) Penelitian Orangutan.
Karenanya, ancaman langsung terbesar bagi orangutan di dalam kawasan TNGP adalah penebangan liar dan perambahan hutan, sementara ekspansi berkelanjutan oleh perkebunan kelapa sawit dan pertambangan mineral diluar batas-batas kawasan Taman Nasional mengancam keberlangsungan hidup orangutan-orangutan yang hidup di kawasan penyangga. Ancaman-ancaman ini dipicu oleh jaringan kompleks dari faktor sosial, ekonomi dan politik, termasuk kurangnya mata pencaharian berkelanjutan bagi penduduk lokal, tingkat pendidikan yang rendah, dan kurangnya kemauan politik untuk konservasi yang efektif di tingkat lokal, regional dan nasional.
Strategi konservasi GPOCP (kanan) dan ancaman terhadap kelangsungan hidup orangutan yang ditanganinya (kiri).
1.3 SOLUSI-SOLUSI KONSERVASI GPOCP
9
Beberapa contoh keanekaragaman hayati dan pemandangan alam yang membuat Gunung Palung istimewa. Photos © Tim Laman.
Gunung Palung Orangutan Project (GPOP), berlokasi di Stasiun Penelitian Cabang Panti, TNGP, didirikan oleh peneliti orangutan yang diakui secara internasional, Dr. Cheryl Knott. Program penelitian ini, yang telah berjalan selama 23 tahun, adalah salah satu penelitian paling lama dan paling ekstensif yang masih berjalan tentang ekologi dan perilaku orangutan liar. Pada tahun 1999, tujuh tahun setelah mendirikan GPOP, dan untuk menanggapi ancaman yang kian meningkat dari perkembangan kegiatan-kegiatan ekonomi terhadap orangutan dan margasatwa lain, Dr. Knott dan rekan-rekannya memperluas pekerjaan mereka untuk menghadapi ancaman-ancaman terhadap konservasi dan lahirlah GPOCP. Kami memulai pekerjaan dengan serangkaian kegiatan pendidikan lingkungan bagi anak sekolah dan dengan cepat berkembang menjadi program yang dinamis dan beraneka ragam yang ditujukan untuk konservasi hutan dan orangutan lewat inisiatif-inisiatif akar rumput. GPOCP awalnya menjadi entitas non-profit yang terdaftar di Indonesia dibawah nama Yayasan Palung pada tahun 2000, dan dengan nama GPOCP, di AS pada tahun 2008. GPOCP adalah organisasi konservasi berbasis masyarakat dengan pemahaman mendalam akan ancaman langsung maupun tidak langsung terhadap keberlangsungan hidup orangutan di dalam dan sekitar TNGP. Selama bertahun-tahun kami memimpin upaya untuk memperlambat laju penebangan ilegal di dalam Taman Nasional, bekerja untuk membangun kesadartahuan akan isu-isu konservasi di kalangan masyarakat sipil, dan berkolaborasi dengan pihak pengelola Taman Nasional dan kantor-kantor pemerintah lainnya untuk membangun kapasitas pemimpin-pemimpin lokal. Sebagian besar staff kami berasal dari Kalimantan Barat dan memiliki pengalaman mendalam akan isu-isu lingkungan, sosial dan ekonomi di daerah ini serta hubungan dekat dengan masyarakat dimana kami bekerja. Terakhir, sebagai satu-satunya organisasi penelitian dan konservasi yang aktif di bentang alam Taman Nasional Gunung Palung, posisi kami sangat unik dalam memberikan kontribusi signifikan bagi keberlanjutan keberadaan populasi orangutan serta habitat hutan hujannya di kawasan ini, dan tiap hari kami selangkah lebih dekat untuk mencapai misi tersebut.
Sejak semula, GPOCP bekerja untuk membangun basis pemuda dan guru-guru lokal yang berdedikasi terhadap pendidikan lingkungan. Kami berusaha keras untuk memastikan pendekatan kami selalu baru dan inovatif guna melibatkan sebanyak mungkin murid-murid dalam isu-isu konservasi hutan hujan dan orangutan. Salah satu tujuan kunci kami adalah menginspirasi dan menumbuhkan kesadaran akan pemeliharaan lingkungan di kalangan generasi muda sehingga mereka dapat menjadi penjaga hewan dan tumbuhan yang hidup di bentang alam TNGP. Pada tahun 2015, kami menjangkau 3.023 murid dari 55 sekolah berbeda di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara lewat presentasi dalam kelas bagi murid-murid segala usia, kunjungan lapangan dan kegiatan-kegiatan praktek, serta kelas-kelas baik untuk kelompok-kelompok SISPALA maupun dua kelompok pemuda relawan konservasi kami. Kami merencanakan dan melaksanakan sejumlah total 54 kegiatan pendidikan lingkungan, termasuk 33 kegiatan dalam ruang kelas dan 9 kunjungan lapangan ke Taman Nasional dan kawasan sekitarnya.
9 kunjungan lapangan menghubungkan 212 murid dengan alam sekitar 19 pembelajaran dalam kelas, memperkenalkan 985 murid dengan ekologi hutan, orangutan, dan ancaman-ancaman terhadap lingkungan 14 pertunjukan boneka bagi 1,071 murid TK dan SD, mengajak mereka untuk tertarik dengan primata 5 pempimpin konservasi masa depan masuk universitas melalui Program Beasiswa Peduli Orangutan
2.1 KEGIATAN DALAM RUANG KELAS
10
Dalam Angka: Catatan Sejarah Pendidikan Lingkungan 2015
Staff GPOCP secara rutin berkunjung ke sekolah-sekolah yang terletak di kawasan penyangga TNGP maupun kawasan perkotaan di Ketapang. Program kunjungan sekolah kami terdiri atas beragam kegiatan mengajar dalam kelas untuk Sekolah Dasar, Sekolah Menegah Pertama dan Atas; serta pertunjukan boneka bertema orangutan untuk murid Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Pada tahun 2015, kami fokus untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi kegiatan, termasuk materi-materi pembelajaran dalam kelas dan kunjungan lapangan. Kami juga mulai memonitor dampak dari pembelajaran dalam kelas dan pertunjukan boneka lewat survey-survey pre dan paska kegiatan, berusaha mengukur peningkatan pengetahuan murid tentang konservasi serta perilaku positif terhadapnya, sebagai hasil dari program pendidikan kami.
2. PENDIDIKAN LINGKUNGAN
2.2 KUNJUNGAN LAPANGAN
11
Siswa dari SMA di Ketapang, didampingi staff GPOCP, mendaki ke lokasi perkemahan Lubuk Baji di dalam Taman Nasional Gunung Palung.
Koordinator Pendidikan Lingkungan GPOCP, Edward Tang, memperkenalkan murid-murid kepada boneka orangutan kami.
Program pendidikan lingkungan dalam kelas didesain untuk memberikan pemahaman akan isu-isu dan topik-topik lingkungan sekitar bagi murid Sekolah Dasar, SMP dan SMA; dan terdiri atas materi-materi presentasi PowerPoint, film-film singkat dan kegiatan-kegiatan praktek. Pertemuan pertama dengan kelompok murid biasanya akan fokus kepada fakta-fakta dasar tentang orangutan dan habitatnya. Kegiatan-kegiatan untuk murid-murid yang sangat muda terdiri atas pertunjukan boneka dan permainan edukasi bertema orangutan, guna menarik perhatian mereka akan orangutan dan alam sekitar. Keindahan hutan hujan adalah sesuatu yang harus disaksikan langsung oleh seseorang agar ia dapat menghargainya, sehingga kami mencoba memasukkan sebanyak mungkin kunjungan lapangan ke dalam jadwal kegiatan pendidikan kami. Kunjungan lapangan sekolah-sekolah ke Camp Lubuk Baji di dalam Taman Nasional, serta kawasan-kawasan lain dengan daya tarik lingkungan, semisal Bukit Peramas yang berdekatan dengan Pusat Pendidikan Lingkungan GPOCP dan hutan mangrove, adalah bagian dari program pendidikan lingkungan kami yang informatif, populer dan menyenangkan. Sebagian besar dari murid-murid dan guru-guru yang turut serta berasal dari kota-kota dan desa-desa dimana hutan disekitarnya telah ditebang habis atau terdegradasi, sehingga kunjungan lapangan kami memberi mereka kesempatan untuk kembali terhubung dengan alam. Tahun ini, kami menginisiasi serangkaian kunjungan lapangan bertema “Penelitian Hutan Hujan”, dengan tujuan untuk mengajarkan dasar-dasar penelitian ilmiah kepada murid-murid sekolah. Selama dua hari kunjungan lapangan, murid-murid memperoleh pengalaman praktek identifikasi tanaman, pemeriksaan air, survey-survey satwa hutan hujan berbasis transek, serta pengamatan satwa nokturnal. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan di akhir kunjungan lapangan mereka akan memberikan presentasi hasil temuan-temuan mereka. Pada tahun 2015 kami melaksanakan 9 kunjungan lapangan, termasuk 5 di dalam Taman Nasional Gunung Palung, dan 4 di Pusat Pendidikan Lingkungan Bentangor. Kami menjangkau sejumlah total 212 murid dan guru lewat kegiatan tersebut.
2.3 KELOMPOK PEMUDA-PEMUDI GPOCP mendukung dua kelompok pemuda peduli lingkungan: TAJAM di kawasan perkotaan Ketapang, dan REBONK bagi pemuda-pemudi dari kawasan pedesaan di Kabupaten Kayong Utara. Kedua organisasi ini bersama-sama telah menjangkau kurang lebih 200 orang generasi muda selama lima tahun terakhir, mengajari mereka prinsip-prinsip konservasi dan melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan khusus (Hari Orangutan Sedunia, Pekan Peduli Orangutan). Kelompok-kelompok ini terdiri atas murid-murid dari SMP dan SMA, serta pemuda-pemudi yang tak lagi berada dalam sistem pendidikan formal. Beberapa kegiatan favorit mereka termasuk turun ke jalan untuk membangkitkan kesadartahuan akan konservasi orangutan, serta kegiatan penanaman pohon bersama dengan sekolah-sekolah setempat. Anggota-anggota TAJAM dan REBONK juga membantu staff GPOCP ketika kunjungan lapangan atau kunjungan ke sekolah-sekolah. Setahun terakhir, kami melihat perkembangan menarik dari kelompok-kelompok ini. Sebagai hasil dari kerja-kerja pengembangan kapasitas jangka panjang, anggota-anggota TAJAM telah mulai merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan konservasi mereka secara mandiri, menjangkau komunitas –komunitas sekitar mereka guna penyadartahuan akan konservasi orangutan. Tidak mau ketinggalan, kelompok pemuda-pemudi REBONK bekerja erat dengan kantor Taman Nasional, mewakili desa-desa mereka dalam ketrja-kerja konservasi Taman Nasional. Mereka juga memulai pengerjaan plot pertanian organik di Pusat Pendidikan Lingkungan Bentangor, dengan kesepakatan bahwa penghasilan yang didapat dari menjual hasil panen akan digunakan untuk membantu membiayai kerja-kerja dan kegiatan-kegiatan spesial mereka.
12
Dari kiri atas: a) Pemudi TAJAM mengawasi kegiatan lomba mewarnai yang mereka adakan dalam rangka Pekan Peduli Orangutan 2015; b) Anggota-anggota REBONK setelah pelantikan anggota baru; c) Relawan di Sukadana melaksanakan demonstrasi jalanan dalam rangka Pekan Peduli Orangutan, mengumpulkan sampah sepanjang jalan yang dilalui untuk meningkatkan kesadartahuan akan perlindungan lingkungan.
13
Manajer Pendidikan Lingkungan GPOCP, Mariamah Achmad, memimpin diskusi masyarakat di Desa Batu Mas, Kecamatan Tayap, Kabupaten Ketapang.
2.4 EKSPEDISI PENDIDIKAN LINGKUNGAN Pada bulan Juni tahun ini, dengan tujuan mendekatkan pendidikan lingkungan kepada penduduk di tempat-tempat yang lebih terpencil di bentang alam Taman Nasional Gunung Palung, kami meluncurkan proyek Ekspedisi Pendidikan Lingkungan. Tahun ini, tim pendidikan melakukan tiga ekspedisi, menyasar siswa dan orang dewasa di enam desa di Kecamatan Nanga Tayap, Sungai Laur dan Sandai di Kabupaten Ketapang. Tiap ekspedisi terdiri atas delapan kegiatan: dua pertunjukan boneka, dua pembelajaran dalam kelas, dua diskusi desa dan dua pertunjukan film keliling, seluruhnya berpusat pada pengajaran kepada peserta tentang orangutan, habitatnya dan keanekaragaman hayati hutan hujan lainnya. Selama ekspedisi tahun 2015, kami menjangkau kurang lebih 2.600 orang, sebagian besar belum pernah menerima pendidikan lingkungan sebelumnya. Monitoring pra dan paska kegiatan yang dilakukan GPOCP di sekolah dasar mengindikasikan pengetahuan siswa tentang primata meningkat 16% setelah pertunjukan boneka, dengan sedikitnya 72% dari seluruh siswa mengetahui sekurangnya satu fakta tentang orangutan setelah kegiatan. Monitoring serupa di SMP dan SMA menunjukkan pengetahuan siswa tentang orangutan dan konservasi meningkat 40% setelah pembelajaran dalam kelas, dengan 90% mengetahui sedikitnya satu cara untuk melindungi orangutan. Manfaat lain dari proyek ini adalah kehadiran kami di ruang kelas telah membantu kami mengumpulkan lebih banyak informasi tentang ancaman-ancaman terhadap orangutan; misalnya, kami terkejut ketika mengetahui bahwa pada salah satu SMP yang kami kunjungi, sekitar 20% siswa pernah memakan orangutan di masa lalu. Ini adalah pengetahuan berharga yang akan membantu kami menyesuaikan kampanye penyadartahuan konservasi untuk daerah tersebut. Proyek ini disambut hangat baik oleh staff GPOCP yang merasa bahwa metode ini efektif dan efisien, maupun oleh para peserta. Karena lokasi yang amat terpencil dan sulit dijangkau, desa-desa yang kami kunjungi hanya menerima sedikit sekali perhatian dari NGO-NGO lain, dan GPOCP sungguh gembira dapat membawakan pendidikan lingkungan berkualitas kepada mereka. Pada tahun 2016, kami berencana menyelesaikan sekurangnya tiga lagi Ekspedisi Pendidikan Lingkungan, menjangkau 2.500 peserta lagi.
14
2.5 BEASISWA PEDULI ORANGUTAN KALIMANTAN Beasiswa Peduli Orangutan Borneo (Borneo Orangutan Caring Scholarship/BOCS) adalah program yang kami mulai pada tahun 2012 dengan kemitraan bersama Orang Utan Republik Foundation dan Orangutan Outreach. Serupa dengan program sejenis, Beasiswa Peduli Orangutan Sumatra (Sumatran Orangutan Caring Scholarship), BOCS menyediakan beasiswa bagi siswa-siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan ke universitas, sebuah kesempatan yang sulit terjangkau oleh banyak siswa setempat. GPOCP adalah satu-satunya NGO konservasi orangutan di Kalimantan yang menjalankan program beasiswa ini, dan karenanya ini adalah sebuah kesempatan unik bagi siswa-siswi dari Kabupaten Ketapang & Kayong Utara untuk melanjutkan ke universitas dan mengejar cita-cita sebagai konservasionis orangutan. Program BOCS memiliki dua tujuan utama: 1) menumbuhkan generasi intelektual yang memiliki komitmen akan konservasi orangutan dan habitatnya, dan 2) memberikan dukungan material kepada generasi muda Ketapang & Kayong Utara yang kesulitan melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi. Seluruh penerima beasiswa akan terdaftar di Universitas Tanjungpura (UNTAN) di ibukota provinsi, Pontianak, dan BOCS menanggung biaya masuk perguruan tinggi, biaya kuliah tahunan selama empat tahun, serta biaya penelitian dan skripsi, setara kurang lebih USD 1.500 per siswa. Tiap siswa harus mempertahankan nilai tinggi dan melakukan magang selama satu bulan setiap tahunnya di GPOCP, atau organisasi konservasi lain di kawasan sekitar, selama masa perkuliahan mereka. Penerima beasiswa dapat memilih jurusan sesuai keinginannya, namun penelitian skripsi mereka harus terkait dengan konservasi orangutan atau habitatnya. Tahun ini kami memberikan lima beasiswa, sehingga seluruh total penerima beasiswa sejak 2012 menjadi 13 orang. Pada bulan Desember 2015, kami juga mengadakan kursus pelatihan dua hari tentang pembuatan dan pengelolaan kampanye penyadartahuan konservasi bagi para penerima beasiswa, memberikan mereka kesempatan untuk belajar dari staff GPOCP, perwakilan dari NGO konservasi Planet Indonesia, wartawan asal Pontianak, dan seorang peneliti PhD dari Indonesia yang tertarik akan hubungan antara gender dan keadilan lingkungan. Kami sangat menantikan tahun 2016, dimana angkatan pertama penerima beasiswa kami akan menyelesaikan skripsinya dan lulus dari perguruan tinggi!
Penerima BOCS, dengan staff GPOCP Mariamah Achmad (paling kanan) dan Cassie Freund (tengah depan), setelah pelatihan kampanye konservasi tahun 2015.
75 artikel berita terpublikasi di media cetak dan onlen Lebih dari 3,000 poster, stiker, kalendar, dan mejalah konservasi orangutan terdistribusi sepanjang bentang alam Taman Nasional Gunung Palung 20 siaran radio dan iklan layanan masyarakat bertema konservasi mengudara 7 pertunjukan film keliling menarik 1,590 orang dari desa-desa sekitar TNGP
Dalam Angka: Catatan Sejarah Penyadartahuan Konservasi 2015
15
GPOCP memproduksi dan menyiarkan sejumlah total 20 program radio tentang lingkungan pada tahun 2015, menjangkau sekurangnya 400.000 pendengar di sepanjang bentang alam Gunung Palung setiap bulan. Program yang interaktif, secara berkala mengundang tamu khusus dari pemerintah daerah dan organisasi masyarakat setempat. Tahun ini kami memusatkan perhatian untuk membuat program radio kami lebih terstruktur dan efektif, dengan cara menggunakan tema bulanan untuk kedepannya. Kami mencoba metode ini dalam kuartal terakhir tahun ini, membahas kebakaran hutan dan lahan pada bulan Oktober, perubahan iklim pada bulan November, dan banjir di bulan Desember seiring datangnya musim hujan. Untuk mendengar beberapa rekaman singkat siaran radio kami, kunjungi akun Yayasan Palung Sound Cloud disini.
Kampanye Penyadartahuan Konservasi GPOCP secara teratur menjangkau khalayak luas di seluruh Kalimantan Barat, dan pada tahun 2015 kian bertumbuh dan berkembang. Menggunakan beragam perangkat komunikasi termasuk artikel dan editorial yang terpublikasi di media cetak dan daring, bincang-bincang dan iklan radio, pertunjukan film keliling dan media sosial. Kampanye tanpa lelah kami bertujuan membangun kesadartahuan akan pentingnya orangutan dan habitat hutan hujannya serta kondisi buruk yang dialami saat ini, dan tujuan akhir kami adalah menumbuhkan kesadaran akan pemeliharaan lingkungan di kalangan masyarakat, bukan hanya yang berdiam di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara, namun juga di seluruh Indonesia dan dunia. Tahun ini kami juga mempublikasi edisi spesial newsletter berbahasa Indonesia, MiaS, untuk mempromosikan konservasi keseluruhan sembilan primata yang menempati Taman Nasional Gunung Palung.
3.1 RADIO
3. KAMPANYE PENYADARTAHUAN KONSERVASI
16
Staff GPOCP, Mariamah Achmad (depan) dan Desi Kurniawati (belakang), saat mengudara di stasiun radio Ketapang.
3.2 MEDIA SOSIAL Media sosial adalah perangkat yang amat berharga untuk konservasi, memungkinkan kami menjangkau orang-orang yang peduli dengan orangutan dan habitat hutan hujannya di seluruh Indonesia dan dunia. Pengikut dan jangkauan media sosial GPOCP bertumbuh cukup signifikan sepanjang tahun yang lalu. Akun Facebook berbahasa Inggris dengan nama Gunung Palung Orangutan Project, bertumbuh sebesar 20% hingga mencapai 2.661 pengikut. Akun berbahasa Indonesia dengan nama Yayasan Palung kini memiliki 3.889 pengikut. Laman Instagram kami (@saveGPorangutans) telah menarik lebih dari 5.000 pengikut hanya dalam satu tahun! Kami berharap dengan membagikan gambar-gambar pekerjaan kami di Kalimantan Barat, kami dapat menarik minat orang-orang di seluruh dunia terkait perlindungan TNGP. Seluruh kegiatan media sosial kami telah membantu meningkatkan posisi GPOCP sebagai lembaga konservasi orangutan internasional, dan kiriman, gambar serta cuitan kami secara rutin terbagi ke khalayak ramai. .
Sepanjang tahun 2015, GPOCP mempublikasi sejumlah total 75 artikel berita di koran cetak dan daring tingkat provinsi maupun nasional. Koran cetak yang menampilkan artikel dari GPOCP termasuk Pontianak Post, Tribun Pontianak, Kompas, Majalah Bisnis Ketapang, dan Suara Pemred. Publikasi daring kami muncul di National Geographic Indonesia, Mongabay Indonesia, Kompasiana, dan laman Pontianak Post. Artikel mencakup beragam topik, mulai dari pelaporan kegiatan-kegiatan GPOCP hingga editorial tentang topik lingkungan. Kami terutama memusatkan kepada penyadartahuan akan perburuan dan perdagangan ilegal margasatwa. Kombinasi media ini memungkinkan kami untuk menjangkau khalayak hingga jauh melampaui penduduk lokal di Ketapang dan Kayong Utara. Dengan demikian kami turut serta membangun kesadartahuan disepanjang negeri dan bahkan lebih jauh lagi, akan pentingnya konservasi lingkungan, ancaman-ancaman spesifik terhadap keanekaragaman hayati Kalimant andan beberapa tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi ancaman-ancaman ini. Sebagai tambahan bagi artikel-artikel berita yang kami tulis, yang sebagian besar menggunakan Bahasa Indonesia, kami juga memproduksi newsletter bulanan berbahasa Inggris yang disebut Code RED. Publikasi surel ini menyorot kejadian-kejadian dan perkembangan penting dari program konservasi maupun penelitian, memberi kesempatan kepada pendukung internasional kami untuk mengetahui apa yang terjadi di lapangan di Indonesia. Untuk bergabung dengan grup surel kami, dan menerima edisi Code RED langsung di kotak masuk Anda, silakan kunjungi laman kami di www.savegporangutans.org. Terakhir, pada tahun 2015 kami mempublikasi edisi spesial majalah berbahasa Indonesia yang disebut Media Informasi Pencinta Satwa (MIaS). Publikasi 20 halaman ini terpusat pada tema "Primata-primata Gunung Palung," dan menampilkan artikel dari seluruh staff GPOCP, termasuk siswa-siswa penerima beasiswa dan relawan-relawan kami. 1.000 eksemplar dicetak dan didistribusikan kepada penduduk yang tinggal di kawasan penyangga Taman Nasional, serta para pihak terkait di bentang alam TNGP.
17
3.3 MEDIA CETAK DAN ONLEN
Pasangan induk dan remaja orangutan ,Salju dan Saldo, bersantai tinggi di atas pepohonan di Taman Nasional Gunung Palung.
18
3.4 PEMUTARAN FILM KELILING
Siswa-siswa di Sandai menunjukkan dukungan mereka bagi konservasi orangutan dalam kegiatan Pekan Peduli Orangutan GPOCP.
Tahun ini, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kami melaksanakan kegiatan khusus untuk merayakan Pekan Peduli Orangutan di bulan November. Tahun kami rayakan di Kecamatan Sandai, Ketapang, dengan mengadakan kegiatan hari gembira bagi keluarga. Pagi dimulai dengan senam bersama (kegiatan yang populer di Indonesia!) dilanjutkan dengan pertunjukan boneka dan menyanyi yang dilakukan oleh siswa-siswa sekolah setempat. Kami juga membuat mural pohon cap tangan raksasa agar orang-orang dapat menunjukkan komitmennya terhadap konservasi orangutan, dan mengundang orang-orang untuk membuat dan membagikan pesan-pesan kampanyenya lewat media sosial, menggunakan tagar #Sandai4Orangutan.
Pada tahun 2015 kegiatan pemutaran film keliling kami intergrasikan ke dalam kegiatan Pendidikan Lingkungan, khususnya proyek Ekspedisi. Ini memungkinkan kami untuk secara konsisten menjangkau khalayak lebih luas, dan sinkronisasi pemutaran film dengan kegiatan pendidikan ke desa-desa terpencil telah meningkatkan efisiensi waktu dan biaya. Tahun ini proyek pemutaran film keliling melakukan 7 pemutaran film-film lingkungan kepada penduduk desa-desa sekitar Taman Nasional, dengan total pemirsa mencapai lebih dari 1.590 orang. Pemutaran film kami yang paling berhasil adalah selama festival Pekan Peduli Orangutan di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, dengan lebih dari 400 orang pengunjung. Topik-topik film termasuk ancaman terhadap orangutan dan habitatnya, pentingnya sumberdaya ekosistem Taman Nasional Gunung Palung bagi masyarakat sekitar, pengalaman mengikut orangutan di hutan, pemanfaatan berkelanjutan Hasil Hutan Bukan Kayu dan Hutan Desa, serta perubahan iklim.
Penduduk Kecamatan Sungai Laur di Ketapang menghadiri kegiatan pertunjukan film keliling. Kegiatan malam hari ini terbuka untuk umum, dan rata-rata dihadiri 220 pengunjung per kegiatan pemutaran film.
3.5 PEKAN PEDULI ORANGUTAN
4. MATA PENCAHARIAN BERKELANJUTAN
3 plot demonstrasi di Pusat Pendidikan Lingkungan Bentagor: pertanian organik, akuakultur, pusat pembibitan 949 produk terjual oleh kelompok- kelompok pengrajin HHBK, jumlah total pendapatan sekitar $4000 20 orang dari dua desa-desa dengan tingkat penebangan ilegal yang tinggi memperoleh pelatihan teknik akuakultur berkelanjutan (budidaya ikan)
Dalam Angka: Catatan Sejarah Mata Pencaharian Berkelanjutan 2015
Kesempatan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TNGP tidak terlalu banyak. Sebagian besar bertani, melaut, dan memanen hasil hutan untuk memperoleh pendapatan guna menyokong keluarganya. Namun demikian, seiring peningkatan populasi, sumberdaya alam kian terbatas. Bagi masyarakat yang tinggal di perbatasan dengan Taman Nasional, kerap kali ini berarti mereka harus merambah ke dalam kawasan dilindungi guna memperoleh lahan pertanian baru. Jika penduduk setempat tidak dapat menghidupi dirinya lewat kegiatan-kegiatan ekonomi yang legal, sering kali mereka akan beralih kepada metode-metode yang ilegal dan menghancurkan lingkungan – penebangan dan perburuan ilegal di dalam TNGP sebagai contoh utama. Untuk memerangi ancaman-ancaman ini, selama enam tahun terakhir GPOCP telah membangun program Mata Pencaharian Berkelanjutan, dimana kami berjuang menciptakan dan mendorong kesempatan-kesempatan ekonomi ramah hutan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan penyangga Taman Nasional. Kami melakukan ini melalui a) mempromosikan teknik pertanian organik, b) membangun kelompok-kelompok pengrajin Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), dan c) mengajar masyarakat metode akuakultur, atau budidadya ikan. Pada tahun 2015, kami berhasil mengambil langkah penting dalam menyokong mata pencaharian alternatif di sekitar TNGP. Selain memperoleh pengakuan di tingkat lokal, kami juga mempromosikan dan mempertunjukkan program Mata Pencaharian Berkelanjutan di tingkat nasional, dengan melakukan kunjungan ke Jakarta dan Papua, Indonesia, dan tingkat internasional di Konferensi Kebun Binatang dan Aquarium Berkomitmen terhadap Konservasi (ZACC) di Denver, Colorado (USA) pada bulan Oktober.
19
Tujuan utama dari program pertanian organik adalah menyediakan dukungan teknis yang dibutuhkan petani-petani lokal guna pemanfaatan penuh lahan-lahan yang mereka miliki, sebagai ganti dari siklus ladang berpindah yang destruktif dan penyebab deforestasi habitat orangutan yang amat berharga. Pada tahun 2015 kami terus memusatkan upaya-upaya kami kepada petani-petani di desa Pampang Harapan, dimana Pusat Pendidikan Lingkungan Bentagor berlokasi. Penebangan dan pembukaan lahan ilegal di desa ini telah mengurang secara signifikan selama 5-10 tahun terakhir, namun tetap merupakan salah satu masyarakat yang paling menantang untuk diajak bekerjasama. GPOCP mengambil pendekatan positif, mendorong petani-petani ini untuk mengadopsi metode-metode yang lebih berkelanjutan ketimbang melakukan pelarangan kegiatan-kegiatan destruktif, dan sejauh ini kami membuat kemajuan. Kami juga melaksanakan serangkaian pelatihan pertanian organik di desa-desa lain, mengajar peserta bagaimana cara membuat pupuk dan pestisida organik, mengurangi pengeluaran keuangan mereka sementara meningkatkan produktifitas lahan. Pada tahun 2015, kami melatih metode ini kepada sekitar 60 petani lokal, dan berniat melanjutkan upaya-upaya ini di tahun 2016. Terakhir, kami telah melibatkan kelompok pemuda kami yang berbasis di Kayong Utara dalam pertanian organik, sehingga memberikan pengetahuan ini kepada generasi selanjutnya, guna konservasi habitat berkelanjutan hingga ke masa depan.
Tahun ini kami juga mulai berfokus kepada akuakultur, atau budidaya ikan, sebagai kegiatan mata pencaharian alternatif lain. Saat ini, proyek ini fokus di dua desa, Sejahtera dan Pampang Harapan, dimana lahan berhutan secara teratur dibersihkan untuk pertanian skala kecil. Poin menarik dari kerja ini adalah, tidak seperti kegiatan penghasil pendapatan lain, membuat kolam ikan membutuhkan sangat sedikit investasi awal. Hanya dengan beberapa keping papan, sebuah terpal, dan makanan ikan, masing-masing peserta pelatihan yang berjumlah 20 orang telah membuat kolam ikan di lahan mereka dan mulai membudidayakan ikan sebagai sumber pendatapan ramah lingkungan. Faktanya, kelompok awal peserta pelatihan kami sejumlah 5 orang kini telah menyelesaikan panen pertama dengan masing-masing memperoleh 100 ekor ikan, dan mereka berencana untuk menggunakan penghasilannya guna membeli 200 ekor anak ikan. Dengan demikian melanjutkan siklusnya. Kami optimis bahwa akuakultur akan menjadi kegiatan mata pencaharian yang populer, dan karena ikan adalah bahan makanan penting bagi orang Indonesia, ada permintaan lokal yang konsisten akan produk ini. Ini penting karena petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk pemasaran atau pengiriman produk mereka. Peserta pelatihan melapokan jika mereka dapat secara konsisten memperoleh 2-3 juta Rupiah per bulan dari berjualan ikan, mereka akan dapat berhenti membuka hutan untuk lahan pertanian – sebuah target yang sungguh terjangkau.
20
"Sebelumnya, saya tidak memiliki pekerjaan tetap di desa, sekarang saya belajar budidadya ikan. Saya harap lebih banyak lagi masyarakat kami dapat mencapai keberhasilan seperti saya, metodenya gampang dan praktis." -Pak Sunardi, desa Pampang Harapan
4.1 PERTANIAN ORGANIK
4.2 AKUAKULTUR
4.3 KELOMPOK PENGRAJIN HASIL HUTAN BUKAN KAYU
21
Kiri: Ibu Nur mendemonstrasikan bagaimana menganyam bahan-bahan dari hutan menjadi tikar lantai; Tengah: Pembeli memadati stan HHBK kami pada sebuah festival lokal di Kabupaten Kayong Utara; Kanan: Peserta Pertemuan Tahunan ke-4 Penganyam Craft Kalimantan, tuan rumah GPOCP
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah bahan-bahan non-kayu yang dapat dipanen secara berkelanjutan dan diolah menjadi makanan, peralatan dan kerajinan tangan yang dapat dijual demi keuntungan. Ini menciptakan kebutuhan akan perlindungan hutan guna menyediakan bahan-bahan mentah untuk produksi. Hubungan langsung antara konservasi hutan dan kegiatan mata pencaharian alternatif ini, mengurangi risiko kegiatan HHBK dijalankan berdampingan dengan praktek destruktif yang hendak dihentikannya, sehingga dengan demikian meningkatkan potensi keberhasilan konservasi hutan. GPOCP mendukung dan mendampingi kelompok-kelompok pengrajin HHBK di empat desa sekitar Taman Nasional. Tahun ini, dibawah pimpinan ketua kelompok pengrajin, Ibu Ida, kami berhasil menambahkan kelompok baru, sehingga jumlah total menjadi lima dan menambah keanggotaan menjadi lebih dari 50 orang. Kelompok baru, yang terdiri atas sebagian besar generasi muda, terbentuk sendiri seutuhnya tanpa desakan dari GPOCP. Ini adalah contoh menggembirakan dari aksi konservasi oleh masyarakat dan menunjukkan bahwa metode kami dapat ditiru di tempat lain. Kisah sukses lain dari tahun 2015 adalah Ibu Vina, perempuan setempat dari Desa Sejahtera dan anggota dari kelompok pengrajin baru. Sebelumnya ia memperoleh penghasilan dari mengumpulkan batu dan pasir dari dalam TNGP untuk dijual kepada perusahaan bangunan. Namun, ia kini telah menghentikan sepenuhnya kegiatan tersebut dan mendedikasikan waktunya untuk menganyam perhiasan dan tikar lantai dari bahan-bahan hasil hutan yang mudah didapat. Tahun ini pengrajin kami menjual 949 produk, memperoleh total sekitar USD 4.000, peningkatan signifikan dari penjualan tahun 2014. Tahun ini GPOCP juga menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan ke-4 Penganyam Craft Kalimantan, menarik lebih dari 100 orang peserta. Terakhir, kami bangga bahwa produk-produk GPOCP dipamerkan dalam tujuh pameran lokal, nasional dan internasional, termasuk Pasar Seni Rupa tradisional di Santa Fe, New Mexico, USA. Selain produk yang berjalan ke beragam tempat, beberapa pengrajin kami juga telah diundang untuk memberikan pelatihan kepada penduduk di bagian lain Indonesia, khususnya Ibu Ida, yang menghabiskan seminggu bekerjasama dengan pengrajin di Papua pada bulan Maret. Melihat ke depan ke tahun 2016, kami berharap dapat terus mengembangkan kerja-kerja mata pencaharian kami. Kami juga telah mulai mengintegrasikan Mata Pencaharian Berkelanjutan ke dalam Inisiatif Hutan Desa guna mendukung konservasi hutan yang efektif di kawasan penyangga TNGP.
Dalam Angka: Catatan Sejarah Monitoring dan Investigasi Kejahatan Margasatwa 2015
5. MONITORING & INVESTIGASI KEJAHATAN MARGASATWA
13 kasus kejahatan margasatwa atas orangutan dilaporkan ke pihak berwenang, berakhir dengan 8 penyelamatan Jalur perdagangan 2 spesies terancam lain (trenggilling, rangkong) terbongkar dan dilaporkan kepada BKSDA - Ketapang Lebih dari 120 hari lapangan dipergunakan untuk monitoring dan investigasi perdaganga orangutan sepanjang bentang alam Gunung Palung
22
Perburuan dan perdagangan ilegal margasatwa merupakan ancaman besar bagi keanekaragaman hayati di seluruh Indonesia, termasuk orangutan Kalimantan. Untuk menghadapi masalah ini, sejak 2004 GPOCP telah menjalankan strategi monitoring dan investigasi kejahatan margasatwa. Bekerjasama dengan pemerintah dan penduduk setempat, tim investigator lapangan dalam penyamaran memburu kasus-kasus kejahatan margasatwa, khususnya kasus-kasus dimana orangutan dipelihara secara ilegal dan/atau diperdagangkan di pasar gelap. Kami bekerja dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Kepolisian Resort Ketapang, dan International Animal Rescue (IAR) untuk melaporkan kejahatan margasatwa dan membantu dalam penyelamatan orangutan jika diperlukan. Pada tahun 2015, tim Investigasi Kejahatan Margasatwa GPOCP mengidentifikasi dan melaporkan 13 orangutan yang membutuhkan penyelamatan atau translokasi. Dari ke-13 ini, delapan individu diselamatkan oleh balai konservasi setempat (BKSDA). Lima diantaranya telah terusir keluar dari habitatnya selama kebakaran hutan dan lahan di akhir tahun 2015, sementara tiga sisanya diselamatkan dari rumah-rumah penduduk dimana mereka disimpan secara ilegal sebagai hewan peliharaan. Pada tahun ini, proyek Monitoring dan Investigasi Kejahatan Margasatwa kami telah berjalan selama lebih dari 10 tahun, dan untuk menandai tonggak sejarah ini kami memfokuskan diri kepada diseminasi pembelajaran yang telah kami peroleh selama satu dekade terakhir. Tim investigasi juga memonitor jalur perdagangan margasatwa yang telah diketahui guna lebih memahami perdagangan orangutan, pada saat yang bersamaan mengumpulkan informasi mengenai spesies lain.
5.2 BERBAGI HASIL
Dalam perjalanan kerja investigasi perdagangan orangutan, kami kerap kali menemukan penyelundupan dan perdagangan ilegal spesies lain. Pada tahun 2015, selain 13 ekor orangutan yang perlu diselamatkan, investigator GPOCP menemukan informasi vital mengenai jalur perdagangan trenggiling (Manis javanica) dan rangkong (Buceros sp.). TNGP adalah habitat penting bagi kedua hewan ini, namun permintaan internasional akan sisik dan daging trenggiling, serta kepala rangkong, menjadi penyebab perburuan spesies-spesies ini. Tahun ini, investigator kami mengumpulkan informasi mengenai jalur perdagangan satwa ini di region kami, termasuk identitas salah satu pedagang. Informasi ini kami bagikan dengan pihak berwenang bagian konservasi di Pontianak (ibukota Provinsi Kalimantan Barat), dan kami berharap pada tahun 2016 akan ada tindak lanjut yang sesuai dan proses hukum akan dilaksanakan.
23
Tiga kasus yang dibongkar investigator GPOCP pada tahun 2015: Seekor bayi orangutan disimpan sebagai hewan peliharaan di desa setempat (kiri); seekor beruang madu dirantai di rumah seorang petani (kanan atas); dan seekor kelempiau Kalimantan bertangan putih disimpan sebagai hewan peliharaan di kota Ketapang (kanan bawah)
Tahun ini kami juga memusatkan perhatian pada berbagi dan diseminasi hasil-hasil dan pembelajaran-pembelajaran yang diperoleh melalui program Monitoring dan Investigasi Kejahatan Margasatwa dari tahun 2004-2014. Selama lebih dari 10 tahun terakhir, investigator kami telah menemukan dan melaporkan 145 kasus orangutan yang dipelihara secara ilegal, hanya sebagian kecil dari jumlah orangutan yang diambil dari habitat mereka di Sumatera dan Kalimantan selama periode tersebut. Untuk mendukung keberlanjutan perlawanan terhadap kejahatan margasatwa, pada tahun 2015 kami merilis laporan yang merangkum data tahun 2004-2014 beserta implikasinya, yang kemudian dibagikan kepada mitra-mitra kami, pemerintah daerah dan NGO lokal. Kami juga berencana mempublikasi artikel jurnal mengenai program kami dalam sebuah jurnal primatologi atau konservasi pada tahun 2016. Terakhir, data-data ini kami presentasikan dalam dua konferensi internasional pada tahun 2015; lihat bagian 8 untuk informasi lebih lanjut.
5.1 INVESTIGASI PERDAGANGAN SATWA
Konservasi hutan-hutan di kawasan penyangga Taman Nasional dan kawasan lain di sekitar TNGP sangat penting bagi perlindungan Taman Nasional serta untuk mengamankan sumber daya alam yang penting bagi masyarakat lokal. Namun demikian, hukum Indonesia enggan mengakui kepemilikan laan tradisional, sehingga hutan masyarakat terus berada dalam resiko dikonversi menjadi konsesi perkebunan kelapa sawit, tambang atau penebangan kayu. Inisiatif Hutan Desa GPOCP bertujuan untuk melindungi hutan-hutan ini dengan menyokong perpindahan sah hak pengelolaan kepada masyarakat yang secara tradisional telah mengelolanya, dibawah program Hutan Desa Indonesia. Memfasilitasi pembentukan kawasan konservasi lokal di sekitar TNGP, yang secara berkelanjutan dipergunakan dan dikelola oleh penduduk desa, adalah sebuah cara yang praktis untuk mengurangi laju perambahan ke dalam Taman Nasional dan melindungi habitat orangutan yang penting dalam bentang alam yang lebih luas. Pada tahun 2014, GPOCP memulai proses pembentukan dua Hutan Desa baru di desa Padu Banjar dan Penjalaan, keduanya di arah barat laut Taman Nasional, sebuah kegiatan yang kami lanjutkan hingga 2015. Pendekatan kami termasuk pelatihan bagi masyarakat tentang pengelolaan dan peraturan mengenai hutan desa, bantuan teknis dalam mempersiapkan pengajuan permohonan kepada pemerintah lokal dan memfasilitasi pertemuan dengan pihak berwenang terkait hutan di tingkat Kabupaten dan Provinsi. Proses hukum Hutan Desa sangat panjang, rumit dan nyaris mustahil bagi desa-desa untuk melaluinya tanpa dukungan dari NGO, dengan demikian GPOCP memerankan posisi penting dalam menyokong konservasi hutan lokal.
24
Dalam Angka: Catatan Sejarah Inisiatif Hutan Desa 2015
6. INISIATIF HUTAN DESA
Memperluas usaha dari 2 desa sasaran menjadi 5, dimana semuanya berada di hutan gambut sekitar TNGP Mengajukan permohonan kawasan Hutan Desa seluas kurang-lebih 7,500 hektar habitat berhutan 90 pemimpin lokal terlibat dalam konservasi melalui Lembaga Pengelola Hutan Desa (LHPD) 7 peningkatan kapasitas dilaksanakan di tiap desa lokasi Hutan Desa untuk mempersiapkan permohonan
25
Kegiatan formal Inisiatif Hutan Desa GPOCP pada tahun 2015. Ini dilengkapi dengan komunikasi dan koordinasi teratur antara staff GPOCP dan LPHD, serta pertemuan–pertemuan perencanaan informal dengan kepala desa dan pemimpin-pemimpin lokal lainnya.
Tahun ini kami memperoleh kemajuan dalam pembentukan dua Hutan Desadi dalam bentang alam TNGP. Atas rekomendasi dari Bupati Kayong Utara, kami telah memperluas program ini untuk mengikutsertakan tiga desa baru, sehingga totalnya menjadi lima, dan kini lebih dari 90 pemimpin lokal aktif dalam konservasi melalui keterlibatan mereka dalam Badan Pengelola Hutan Desa. Lokasi proyek di Padu Banjar terbentang seluas 6.000 hektar. Kawasan ini terputus dari Taman Nasional, namun merupakan rumah bagi populasi orangutan yang memadai. Selain itu, petak hutan ini menyokong lima desa setempat, menyediakan air bersih, udara segar dan akses kepada HHBK bagi masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Dua puluh kilometer dari sini terletak 1.500 hektar hutan Penjalaan, sebuah kawasan hutan rawa gambut yang masih utuh dan berbatasan langsung dengan TNGP. Melindungi kawasan penyangga ini sangat penting, karena ia berperan sebagai habitat bagi sebagian dari populasi orangutan di TNGP. Untuk melanjutkan proposal Hutan Desa, tahun ini kami menyelenggarakan 7 pertemuan dan pelatihan formal, yang masing-masing berkontribusi kepada kapasitas lokal untuk perlindungan hutan yang efektif. Kami melaksanakan sebagian besar pekerjaan ini bersama badan-badan pemerintah daerah, berkolaborasi erat dengan Dinas Kehutanan Kayong Utara. Kami juga telah memulai integrasi kegiatan-kegiatan Mata Pencaharian Berkelanjutan ke dalam program Hutan Desa, sebuah strategi proaktif guna membekali desa-desa ini dengan keahlian untuk melindungi dan bukannya mengeksploitasi Hutan Desa mereka setelah mereka memperoleh hak pengelolaan. Masing-masing dari kelima desa sangat menerima program kami, dengan tanggapan positif dari semua yang terlibat.
Kegiatan
Tanggal
Output/Keluaran
1
Sosialisasi proses Hutan Desa
2 Juli
Komitmen dari desa-desa sasaran untuk berpartisipasi dalam program
2
Pertemuan menyusum struktur legal dan penyelesaian resmi pengajuan resmi
29-30 September
Struktur Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) terbentuk, dokumen legal disusun
Pertemuan LPHD di lima desa
20 Oktober
Peta kawasan hutan masing-masing desa disetujui pemimpin desa
Pembuatan rencana pengelolaan Hutan Desa
9 November
Masing-masing desa memiliki rencana kerja untuk 2016 dan seterusnya
Pengajuan dokumen resmi ke Kabupaten Kayong Utara
12 November
Proposal dibagi dengan seluruh badan pemerintah yang relevan
Pelatihan pertanian organik untuk desa-desa lokasi Hutan Desa
14 November
Desa-desa sasaran menerima pelatihan awal terkait mata pencaharian berkelanjutan
Audiensi dengan Bupati Kayong Utara
28 Desember
Pemerintah Kabupaten berkomitmen untuk mendukung proposal
26
2015, tahun ke-23 proyek penelitian orangutan jangka panjang, adalah satu lagi tahun yang produktif di Stasiun Penelitian Cabang Panti. Tim peneliti mencatatkan 2.827 jam mengikuti orangutan liar, setara dengan hampir 118 hari. Kami mengikuti 29 individu, dan menyelesaikan 280 pengikutan terpisah. Tim mengamati banyak perubahan dalam populasi orangutan Cabang Panti, dengan seekor jantan kembali dengan bantalan pipi setelah lama tak terlihat di kawasan penelitian, beberapa bayi baru dan dua orangutan muda mulai mandiri dari ibunya, belajar membuat sarang malam mereka dan mencari makan sendiri. Pada tahun 2015 kami juga menyambut kedatangan mahasiswa PhD dari Boston, Andrea DiGiorgio, yang memulai kerja lapangan tentang kandungan nutrisi makanan-makanan orangutan pada masa paceklik. Kami juga memulai proyek tentang perilaku penjelajahan jantan berbantalan pipi di luar area penelitian Cabang Panti, dipimpin oleh mantan relawan penelitian dan mahasiswa S1 Robert Rodriguez Suro. Proyek penelitian ini akan berkontribusi sangat besar kepada pengetahuan yang kian berkembang mengenai perilaku dan ekologi orangutan, dan pada akhirnya membantu konservasi orangutan di dalam dan sekitar TNGP. Tahun ini kami juga menyaksikan kelahiran dan kemudian kehilangan yang tragis dari bayi pertama Walimah yang telah lama dinanti, sebuah kejadian yang terdokumentasi oleh jurnalis foto margasatwa Tim Laman dalam sebuah episode untuk tayangan Nat Geo WILD, Mission Critical. Terakhir, dalam kolaborasi dengan Balai Taman Nasional Gunung Palung, pada tahun 2015 kami menyelesaikan pembangunan ulang bangunan-bangunan utama di Stasiun Penelitian Cabang Panti, dan tim peneliti dapat pindah dari tenda-tenda kembali ke dalam bangunan. Ini membuat tim kami lebih produktif dan efisien, dan memberi mereka motivasi baru untuk kerja keras mereka di lapangan.
7. PENELITIAN ORANGUTAN
2,827 jam mengikuti orangutan, setara dengan 118 hari 280 kali mengikuti: 31% pada jantan belimbing, 62% betina dewasa, dan 7% remaja 81% mengikuti sehari penuh (sarang malam hingga sarang malam) 316 sampel urin dan kotoran dikumpulkan untuk analisis hormon/ kesehatan 110 sampel tumbuhan dari 59 genus dikumpulkan untuk analisis kandungan nutrisi 15 presentasi dilakukan oleh peneliti
Dalam Angka: Catatan Ssejarah Penelitian 2015
7.1 EKOLOGI NUTRISI ORANGUTAN
Orangutan jantan, Balu, makan dedaunan muda. Dedaunan dianggap sebagai makanan orangutan pada masa paceklik, dan penelitian Andrea DiGiorgio akan membantu kita lebih memhami kandungan nutrisi dedaunan dan makanan sekunder lainnya.
27
Memahami ekologi nutrisi orangutan sangat penting untuk menyelamatkan spesies ini dari kepunahan. Dengan memahami zat gizi apa yang mendorong orangutan mencari makan dan bertahan hidup, kita dapat memilih habitat terbaik untuk inisiatif konservasi dan melindungi spesies tanaman guna mendorong reproduksi dan kelangsungan hidup orangutan. Penemuan-penemuan terbaru dalam ekologi nutrisi kini memungkinkan kita untuk memahami lebih menyeluruh dan berlandaskan zat gizi terkait komponen-komponen nutrisi apa yang orangutan coba untuk maksimalkan dan seimbangkan dalam dietnya, serta komponen apa yang mungkin mereka makan secara berlebihan guna menjaga tingkat zat gizi lain. Hingga kini kebanyakan penelitian nutrisi orangutan lebih terpusat kepada sumber makanan yang disukai mereka, khususnya buah-buahan, dengan sedikit perhatian diberikan kepada makanan-makanan pada masa paceklik semisal dedaunan dan kulit kayu. Ini penting karena makanan pada masa paceklik dapat menyokong orangutan Kalimantan selama masa ketersediaan buah rendah yang dapat berlangsung hingga tujuh bulan. Untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan ini, pada tahun 2015, mahasiswa pasca-sarjana Universitas Boston, Andrea DiGiorgio, memulai kerja lapangannya di Stasiun Penelitian Cabang Panti, dimana ia dan timnya melakukan 51 hari penuh pengikutan orangutan dan mengumpulkan sejumlah total 66 sampel makanan baru untuk analisis di Laboratorium Pengujian Nutrisi di LIPI. Sebagian besar pengumpulan sampel Andrea dilakukan dengan memanjat pohon, beberapa setinggi lebih dari 50 meter, untuk mengumpulkan sampel dedaunan, buah, kulit kayu, dan epifit yang sebelumnya tidak pernah dianalisis untuk kandungan gizinya. Kami tidak sabar menanti hasil penelitian Andrea, yang akan dapat diterapkan tidak saja bagi perlindungan orangutan liar, namun juga bagi proses rehabilitasi satwa-satwa yang saat ini banyak dirawat di beragam fasilitas rehabilitasi orangutan di seluruh Indonesia.
Tempat tidur gantung di tengah hutan, meskipun sederhana, namun merupakan camp yang nyaman untuk Robert dan asisten-asisten lapangannya. Foto © Robert Rodriguez Suro.
28
7.2 PERILAKU PENJELAJAHAN JANTAN Orangutan jantan memiliki daerah jelajah yang luas, sedemikian luasnya sehingga peneliti menghadapi kesulitan untuk memperkirakan secara pasti ukuran yang tepat. Metode penelitian tradisional, yang melibatkan operasi dari stasiun basis yang terletak di pusat lokasi penelitian, mendaki ke lokasi sarang orangutan sebelum dini hari, mengikuti mereka sepanjang hari hingga mereka membuat sarang tidur di malam hari, dan sesudahnya kembali ke camp untuk mengulangi proses yang sama di hari berikutnya, menghalangi pengikutan orangutan ketika mereka membuat sarang di lokasi yang jauh dari stasiun basis. Sehingga, pertanyaan tentang sejauh mana orangutan jantan menjelajah, informasi yang vital untuk konservasi spesies ini, sejauh ini tetap tak terjawab. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, sejak September 2015, peneliti dan fotografer Robert Rodriguez Suro, dan asisten penelitiannya Evan Sloan, telah menjalankan proyek di Stasiun Penelitian Cabang Panti dengan judul “Kehidupan Orangutan: Memetakan Kehidupan Sehari-hari dan Pola Jelajah Orangutan Jantan melalui Pengikutan Jangka Panjang”. Robert adalah seorang mantan mahasiswa Universitas Boston dan relawan penelitian untuk proyek kami, dan kali ini penelitiannya didukung oleh National Geographic Young Explorer's Grant. Proyek ini ingin meningkatkan pemahaman kita akan pola jelajah orangutan jantan dengan mengikuti orangutan jantan di daerah-daerah TNGP yang secara historis kurang dipelajari terkait data penjelajahan orangutan akibat kesulitan logistik untuk mengakses daerah-daerah ini. Dengan melengkapi diri mereka dengan cukup peralatan untuk bertahan di lapangan selama 5-10 hari, Robert dan timnya dapat memperluas daerah penelitian hinga zona-zona diluar transek-transek utama penelitian, dan telah meningkatkan periode pengumpulan data dari standar sebelumnya selama lima hari menjadi sepuluh hari. Sejauh ini, telah mengumpulkan data setara 540 jam. Penelitian ini akan berlangsung hingga Agustus 2016, namun pengamatan awal menunjukkan penurunan dalam jarak perjalanan harian dan penurunan dalam pemanfaatan daerah jelajah secara keseluruhan dibanding tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan terkait dengan ketersediaan buah yang rendah. Hasil-hasil ini dapat dipergunakan oleh Balai Taman Nasional untuk rencana pengelolaan konservasi, dan akan meningkatkan pemahaman kita akan perilaku orangutan jantan.
7.3 KEHILANGAN BAGI WALIMAH
Kiri: Walimah sewaktu bayi pada tahun 2000; Kanan: Walimah sebagai ibu baru dengan bayinya pada tahun 2015. Foto © Tim Laman.
Walimah, orangutan betina dalam populasi penelitian kami yang telah diikuti paling lama, melahirkan anak pertamanya pada Maret 2015. Kehamilan dan persalinannya merupakan kejadian yang telah lama dinanti dan memberi kami kesempatan yang luar biasa untuk mempelajari lebih jauh tentang perubahan perilaku dan hormon selama kehamilan orangutan. Sayangnya, Walimah mengalami insiden tragis tidak lama setelah kelahiran anaknya, mengakibatkan hilangnya sang bayi dan luka serius di kakinya. Ini adalah berita menyedihkan bagi tim peneliti. Namun, kejadian ini juga memunculkan pertanyaan ilmiah yang menarik dan serius tentang apa yang mungkin telah terjadi pada Walimah. Kasus kematian bayi orangutan sangat jarang. Kenyataannya, selama lebih dari 30 tahun sejarah Stasiun Penelitian Cabang Panti kami belum pernah mendokumentasikan sekali pun kematian bayi orangutan sebelum ini. Lokasi-lokasi penelitian orangutan lain juga memiliki tingkat kematian bayi orangutan yang rendah. Dibandingkan dengan simpanse dan gorila, tingkat kemampuan bertahan hidup bayi orangutan adalah luar biasa. Namun, hal demikian juga masuk akal. Karena orangutan hanya melahirkan sekali setiap 6 hingga 9 tahun, tingkat kematian bayi yang tinggi tidak boleh terjadi. Karenanya, kematian bayi orangutan adalah sesuatu yang belum pernah dihadapi oleh tim kami sebelumnya. Kami tidak akan pernah tahu apa yang terjadi kepada bayi Walimah dan apa yang menyebabkan cederanya, namun kejadian cedera yang bersamaan dengan hilangnya bayi menunjuk kepada penyebab tunggal – namun apa? Predator terbesar di Kalimantan adalah macan dahan berukuran sedang. Kemudian ada juga beruang madu, beruang terkecil di dunia, yang kadangkala dapat menyerang manusia ketika terkejut atau terprovokasi. Namun bukti-bukti yang menunjukkan salah satu dari kedua makhluk ini sebagai pelakunya tidak sesuai dengan jenis cedera yang kita bayangkan berasal dari serangan beruang atau macan. Kami juga mempertimbangkan kemungkinan terburuk dari segalanya: bahwa cedera ini disebabkan oleh manusia. Kami sedikit lega karena fakta bahwa luka yang dialami tidak sesuai dengan bekas tebasan parang atau senjata lain, dan juga fakta bahwa manusia yang berniat mengambil bayi orangutan selalu membunuh induknya.
29
Jika demikian, siapakah satu-satunya binatang lain yang dikenal sering melukai orangutan? Jawabannya adalah orangutan lain. Dengan demikian, ini mungkin menjadi kasus pertama pembunuhan bayi orangutan (infanticide) yang tercatat. Infanticide cukup jarang, namun terjadi dalam frekuensi tertentu di banyak spesies primata. Bukti-bukti untuk pembunuhan bayi pertama kali tercatat di lutung di India, dimana ditemukan bahwa pembunuhan bayi hanya terjadi dalam situasi tertentu – ketika seindividu pejantan baru mengambil alih sekelompok betina milik pejantan saingannya. Setelah pengambilalihan, pejantan-pejantan ini biasanya akan membunuh semua anak yang masih menyusui. Meskipun mengerikan menurut standar manusia, ini menunjukkan strategi reproduksi yang sah oleh pejantan. Karena efek menyusui yang menekan fungsi reproduksi betina, membunuh bayi seekor betina berarti betina tersebut akan bisa hamil lagi segera, sehingga pejantan baru akan dapat menjadi ayah bagi anak-anaknya dalam waktu yang jauh lebih singkat. Sebagai tambahan, perilaku ini menurunkan tingkat keberhasilan reproduksi pesaingnya. Pembunuhan bayi kini telah teramati dalam sekurangnya 62 spesies primata. Orangutan menunjukkan ciri-ciri tertentu yang tampaknya sesuai untuk pembunuhan bayi, termasuk jarak antar kelahiran yang lama dengan periode menyusui yang panjang, dan perilaku semi-soliter yang meningkatkan kerentanan mereka terhadap predator. Namun demikian, hingga hari ini belum ada serangan pembunuhan bayi di alam liar yang pernah tercatat. Program penelitian kami juga menemukan bahwa betina tampaknya menunjukkan perilaku yang mengindikasikan pembunuhan bayi adalah sebuah resiko potensial. Salah satu contohnya, betina yang baru hamil akan melakukan perkawinan dengan beberapa indivudu jantan. Ketika perkawinan “paska pembuahan” tersebut terjadi, sebagaimana juga kadangkala di spesies-spesies lain, ini diinterpretasikan sebagai strategi dari betina untuk mencoba membingungkan siapa ayah dari anak yang dikandung. Meskipun kita tidak dapat memastikan apa yang terjadi pada Walimah, perkiraan terbaik kami adalah bahwa dia diserang oleh orangutan jantan yang membunuh bayinya dan, dalam proses perkelahian jantan tersebut menggigit dan memutus sebagian dari kakinya. Fakta bahwa dalam beberapa minggu setelah cedera, ia telah terlihat bergaul dan akhirnya kawin dengan seindividu jantan, memperkuat hipotesa kami. Babak terbaru dan amat menyedihkan dalam kehidupan Walimah ini menunjukkan kepada kita, bahwa sekali lagi, ada begitu banyak hal tentang kehidupan orangutan liar baru mulai kita pahami. Lukanya kini telah sembuh sepenuhnya dan ia kini berkeliaran dengan sangat baik. Kami hanya dapat berharap bahwa babak selanjutnya dalam hidupnya akan lebih bahagia.
30
Walimah merawat lukanya. Pemulihannya luar biasa dan ia telah dapat bergerak diantara pepohonan dengan mudah. Foto © Tim Laman.
Meskipun sebagian besar pekerjaan kami terjadi di lapangan di Indonesia, kami berusaha keras untuk menumbuhkan kesadartahuan akan ancaman bagi orangutan Kalimantan di panggung internasional. Kami melakukan ini dengan memberikan presentasi-presentasi publik mengenai program kami, dan melalui media. Tahun ini, direktur-direktur GPOCP turut serta dalam empat konferensi. Direktur Eksekutif, Dr. Cheryl Knott, dan suaminya Dr. Tim Laman, merupakan pembicara utama dalam penggalangan dana Woodland Park Zoo's 2015 Thrive di bulan Januari, dan pada bulan Maret, Dr. Knott berbicara dalam pertemuan American Association of Physical Anthropologists (AAPA) di St. Louis, MO. Ceramahnya, berjudul “Pemeliharaan Bayi pada Orangutan Liar – Implikasi bagi Evolusi Manusia”, menggunakan dara dari proyek penelitian jangka panjang di TNGP. Pada bulan Juni, Direktur Program, Cassie Freund, mempresentasikan sebuah makalah berjudul “Sepuluh Tahun Investigasi Kejahatan Orangutan: Lessons Learned dan Masa Depan bagi Orangutan Kalimantan” pada Konferensi Internasional tentang Ekologi, Keanekaragaman dan Konservasi Hutan Hujan (International Conference on Rainforest Ecology, Diversity, and Conservation) di Sabah, Malaysia. Dia mempresentasikan makalah yang sama pada Konferensi ZACC di Colorado, USA pada bulan Oktober, dimana Dr. Knott merupakan bagian dari panel tentang perkembangan dan pemasaran produk-produk HHBK untuk mendukung konservasi. GPOCP juga turut berpartisipasi dalam kegiatan #RainforestLive tahun ini, sebuah kegiatan sosial media selama 24 jam dimana 14 organisasi konservasi hutan hujan membagikan pembaruan langsung dan foto-foto dari lapangan, dengan tujuan menumbuhkan kesadartahuan tentang keanekaragaman hayati ekosistem hutan tropis yang menakjubkan. #Rainforest Live tahun ini adalah yang paling berhasil, dan kami sudah menanti-nanti kegiatan yang sama di tahun depan. Terakhir, kami dengan gembira mengumumkan bahwa pada tahun 2015, GPOCP menjadi anggota dari UN Great Apes Survival Project (GRASP), sebuah inisiatif global yang berkomitmen untuk memastikan keberlangsungan hidup jangka panjang kera-kera besar dan habitatnya di Afrika dan Asia. Kami sungguh merasa terhormat dapat menjadi mitra dan bersemangat untuk dapat memberikan kontribusi kepada organisasi luar biasa ini.
31
8. 2015: TAHUN CATATAN SEJARAH
32
8.1 MERAYAKAN LEBIH DARI 30 TAHUN PENELITIAN DAN KONSERVASI DI TNGP MELALUI GP30+ Tahun ini, 2015, menandai tahun yang spesial, peringatan 30 tahun berdirinya Stasiun Penelitian Cabang Panti di dalam Taman Nasional. Untuk menghormati kesempatan ini, tim GPOCP merencanakan simposium dua hari tentang penelitian dan konservasi dilanjutkan dengan kunjungan seminggu penuh ke Cabang Panti. Selama tiga dekade terakhir, lebih dari 150 peneliti asing dan Indonesia telah melakukan kerja lapangan di Cabang Panti, dan peneliti-peneliti ini telah didukung oleh banyak badan pemerintahan dan institusi akademik. GP30+ adalah cara yang sempurna untuk mengumpulkan seluruh pihak tersebut guna berbagi hasil-hasil penelitian, serta membangkitkan kembali kenangan-kenangan luar biasa dan membuat koneksi baru! Acara utama adalah Simposium dua hari, dilaksanakan pada 6-7 Agustus di Hotel Mahkota Kayong, Sukadana, menampilkan presentasi dari 15 pembicara undangan. Simposium tersebut dihadiri lebih dari 100 orang, termasuk peneliti-peneliti dan asisten-asisten lapangan dulu dan sekarang, pejabat pemerintah daerah, dan organisasi-organisasi konservasi di sekitar kawasan. Simposium dibuka dengan kata sambutan dari Bupati Kabupaten Kayong Utara dan Pak Dadang Wardhana, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Palung. Kata sambutan ini kemudian dilanjutkan dengan pidato pembicara utama oleh Dr. Mark Leighton, pendiri Stasiun Penelitian Cabang Panti. Ia membagikan sejarah stasiun tersebut, mulai dari perjalanan penelitian pertama kali, sebelum Gunung Palung diresmikan sebagai Taman Nasional, hingga hari ini. Semuanya, bahkan tamu-tamu Indonesia kami yang tidak fasih berbahasa Inggris, amat menikmati foto-foto lama miliknya dan mendengarkan cerita-cerita tentang hari-hari awal penelitian di Cabang Panti. Sungguh menakjubkan mendengar pidatonya dan melihat berapa banyak kemajuan yang telah dicapai selama 30 tahun! Sesi pagi hari pada tanggal 6 Agustus ditutup dengan serangkaian presentasi tentang penelitian orangutan di TNGP, dengan pembicara Dr. Cheryl Knott, Wahyu Susanto (Direktur Penelitian Yayasan Palung), Andrea DiGiorgio (mahasiswa Ph.D., Univesritas Boston), dan Taufiq Purnama (LIPI). Dr. Knott menyampaikan sejarah dan pencapaian-pencapaian utama penelitian di Gunung Palung Orangutan Project dan pembicara-pembicara lain menyampaikan temuan-temuan penelitiannya yang lebih spesifik. Sesi kedua pada hari tersebut dipusatkan kepada penelitian ekologis. Pembicara termasuk Dr. Andrew Marshall (Direktur Proyek Kelempiau dan Kelasi (Gibbon and Read Leaf Monkey Project) Universitas Michigan), Dr. Campbell Webb (Yayasan ASRI), Pak Riyandi (Universitas Tanjungpura), Pak Kobayashi (Indonesia/Japan-REDD+ Project), dan Edward Tang (mantan asisten penelitian dan kini Koordinator Pendidikan Lingkungan Yayasan Palung). Presentasi yang disampaikan sangat bervariasi, menyentuh beragam topik termasuk ekologi hutan mangrove, sumber dan serapan habitat hewan, phenologi dan produktivitas hutan hujan Gunung Palung, serta keberagaman burung di Taman Nasional. Secara keseluruhan presentasi-presentasi ini menggarisbawahi pentingnya beragam topik penelitian yang telah dilakukan di Cabang Panti selama lebih dari 30 tahun.
33
Kiri: peneliti-peneliti Gunung Palung dulu dan sekarang (dari kiri) Dr. Dan Gavin, Dr. Cam Webb, Dr. Mark Leighton, Dr. Tim Laman, Dr. Andy Marshall, Dr. Cheryl Knott, dan Andrea Johnson, berpose bersama Kepala Balai Taman Nasional Pak Dadang Wardhana. Kanan: peserta GP30+ mengeksplorasi Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup GPOCP, Bentangor, yang terletak di kawasan penyangga TNGP.
Untuk berbagi perayaan GP30+ dengan penduduk setempat, pada malam tanggal 6 Agustus kami mengadakan sebuah pertemuan yang terbuka bagi umum di Pantai Pulau Datok, Sukadana. Acara dibuka dengan penampilan dua kelompok musik tradisional dari Tanjung Gunung, yang merupakan desa yang dilewati siapa pun ketika akan naik menuju Cabang Panti. Ini adalah penampilan publik pertama mereka, dan penonton amat menikmati musiknya. Setelah hiburan tersebut, penonton disuguhi presentasi oleh fotografer National Geographic, Dr. Tim Laman. Selama kurang lebih satu jam, Tim berbagi foto-foto dan cerita-cerita tentang keanekaragaman hayati Gunung Palung dengan penonton lebih dari 200 orang. Foto-foto yang ia bagikan menyoroti keindahan ekosistem hutan hujan ini, memungkinkan masyarakat untuk melihat Taman Nasional lewat sudaut pandang yang baru, dan semoga, menginspirasi mereka untuk melindungi sumber daya berharga ini. Hari kedua Simposium, tanggal 7 Agustus, dipusatkan kepada kerja-kerja konservasi yang dilakukan di dalam dan sekitar TNGP. Presentasi disampaikan oleh Cassie Freund (Direktur Program, GPOCP/Yayasan Palung), Etty Rahmawati (Yayasan ASRI), Budi Sempurna (Balai Taman Nasional), Yoshikura (Indonesia/Japan-REDD+ Project), dan Juanisa Andiani (International Animal Rescue). Pembicara-pembicara ini menunjukkan beragam kerja konservasi yang dilakukan di bentang alam TNGP, termasuk pendidikan lingkungan, penyelenggaran mata pencaharian berkelanjutan, dan mitigasi konflik manusia-orangutan. Peserta simposium kemudian diundang berkunjung ke Pusat Pendidikan Lingkungan Bentangor milik GPOCP di desa Pampang Harapan untuk melakukan tur fasilitas kunjungan lapangan dan menyaksikan demonstrasi oleh pengrajin-pengrajin HHBK kami. Staff GPOCP memimpin perjalanan ini, pengrajin-pengrajin mengajari peserta bagaimana caranya membuat keranjang dan perhiasan, dan tamu-tamu kami bahkan memiliki kesempatan untuk mendukung konservasi hutan hujan dengan membeli beragam kerajinan tangan tradisional!
Setelah simposium selama dua hari, kami sangat gembira karena banyak peserta konferensi yang dapat berkunjung ke stasiun penelitian – sebagian untuk pertama kalinya dan sebagian setelah lebih dari 20 tahun. Diantara tamu-tamu spesial kami adalah Anggota Dewan Yayasan Palung, Dr. Barita Manullang dan Pak Darmawan Liswanto (FFI). Kami juga merasa sangat terhormat atas kehadiran Dr. Dadan Kusnandar, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di UNTAN serta Anggota Dewan Yayasan Palung yang baru sekaligus Dosen UNTAN, Pak Riyandi, bersama-sama dengan Dr. Wendy Erb dari Universitas Rutgers. Kunjungan ini juga merupakan reuni bagi sebagian besar peneliti-peneliti masa lalu, termasuk pendiri stasiun penelitian, Dr. Mark Leighton (Universitas Harvard), Dr. Lisa Curran (Universitas Stanford) dan counterpartnya dari Indonesia, Dessy Rasel Ratnasari (Simpur Hutan), Dr. Dan Gavin (Universitas Oregon) dan Andrea Johnson (EIA). Sejumlah besar peneliti-peneliti sekarang, staff Taman Nasioanl, dan staff GPOCP juga turut hadir. Salah satu acara penting dari minggu tersebut adalah "Habitat Walk" oleh Dr. Mark Leighton. Sebagaimana yang dijelaskan Mark dalam ceramah pembicara utamanya pada saat simposium, dia memilih lokasi ini untuk mendirikan stasiun penelitian karena keanekargaman habitatnya yang luar biasa. Hanya dalam beberapa jam seseorang dapat melintasi habitat rawa gambut, rawa air tawar, dataran aluvial, dataran rendah berpasir, dataran rendah granit, dataran tinggi granit dan pegunungan. Ini berarti bahwa dalam satu lokasi ini peneliti dapat mempelajari keanekaragaman satwa dan tumbuhan unik yang terdapat dalam setiap habitat dan melakukan studi pembanding. Pentingnya keanekaragaman hayati di Cabang Panti untuk memperkaya pengetahuan kita akan ekologi hutan hujan tropis adalah sebuah tema yang diambil oleh banyak pembicara selama simposium, dan dengan demikian menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta kunjungan lapangan paska konferensi. Mark menjelaskan bagaimana tiap habitat terbentuk, apa yang membuatnya unik, bagaimana mengidentifikasinya dan tanaman serta satwa apa yang ditemukan disana. Banyak dari habitat-habitat ini, semisal dataran rendah aluvial, terancam di Asia Tenggara karena kebanyakan sudah dirubah menjadi pemukimam manusia.
34
Peserta GP30+ yang melakukan perjalanan ke Stasiun Penelitian Cabang Panti berpose untuk foto bersama.
35
Minggu tersebut dipenuhi dengan keberuntungan pengunjung kami yang bertemu dengan satwa secara langsung. Dr. Wendy Erb, peneliti orangutan dari stasiun penelitian Tuanan di Kalimantan Tengah, pergi sendirian mencari orangutan pada hari pertamanya di stasiun, menemukan orangutan dan mengikutinya hingga membuat sarang, kemudian melihat beruang madu ketika perjalanan pulang dalam gelap! Dan Gavin, yang tiba di Cabang Panti sebagai mahasiswa S1 Dartmouth 22 tahun yang lalu, memperoleh kesempatan pertemuan luar biasa dengan orangutan jantan dominan kami, Codet, satu-satunya pertemuan dengan orangutan tersebut sepanjang bulan ini. Sebagai penutup, pada malam terakhir kunjungan seminggu penuh tersebut, sebagian besar peserta melakukan perjalanan malam singkat di dekat camp, dan cukup beruntung untuk melihat binturong, yang dilihat pertama kali oleh Dr. Cheryl Knott . Kejadian istimewa lain termasuk api unggun di pinggir pantai pada malam hari, dengan kisah-kisah dari Cabang Panti diceritakan keliling api unggun, perjalanan panjang melalui hutan (termasuk 4,5 kilometer pendakian yang sangat melelahkan ke puncak Gunung Palung), bertemu kembali dengan kawan-kawan lama, mempererat kolaborasi-kolaborasi penelitian baru, dan tentu saja terjun ke sungai-sungai dan air terjun-air terjun berair jernih sebening kristal di sekitar camp. Minggu tersebut penuh dengan senyum bahagia, pelukan berkeringat dan kenangan-kenangan baru. Kami menantikan 30 tahun lagi penelitian orangutan di Cabang Panti!
Kiri: peneliti dulu dan sekarang, asisten-asisten penelitian, dan tamu-tamu spesial lainyang mengikuti kunjungan paska simposium berkumpul di sekitar api unggun dalam malam penuh cerita; Kanan: Keindahan hutan hujan perawan di Stasiun Penelitian Cabang Panti, diterangi semburat cahaya sore. Foto © Tim Laman.
36
8.2 MENGENANG STAF KAMI YANG BERDEDIKASI GPOCP tidak akan berhasil tanpa dedikasi dan kerja keras staff konservasi dan penelitian lapangan. Mereka menghabiskan hari-hari panjang di bawah hujan di lapangan mengumpulkan data orangutan, secara teratur bertemu dengan pemimpin masyarakat dan pemerintahan, tampil di depan ribuan siswa setiap tahunnya, dan melaksanakan pekerjaan berbahaya menginvestigasi kejahatan margasatwa di lapangan. Kami tidak mungkin melakukan kerja konservasi orangutan dan habitatnya tanpa mereka. Tahun ini, 2015, kami menambahkan beberapa anggota tim baru, dan dengan sedih juga harus mengucapkan selamat jalan kepada Pak Jainudin, yang meninggal di awal September. Pak Udin (foto paling atas) adalah seorang petani yang kemudian menjadi konservasionis dan telah bersama GPOCP selama lebih dari 15 tahun, terakhir sebagai Assistant Field Officer Pertanian Organik. Persahabatan dan kerja kerasnya di lapangan tidak akan terlupakan.
MENATAP KE DEPAN: SASARAN KAMI UNTUK 2016
MONITORING & INVESTIGASI KEJAHATAN MARGASATWA Melanjutkan investigasi kejahatan terhadap orangutan LLobi untuk penyelamatan kelempiau yang dipelihara secara ilegal Pendekatan aktif dalam penegakan hukum, bekerja erta dengan mitra-mitra untuk mendorong tindakan hukum
MATA PENCAHARIAN BERKELANJUTAN Pelatihan pertanian dan akuakultur yang lebih terarah di desa-desa dimana penebangan liar masih tinggi Pengrajin akan ditampilkan di festival Sail Karimata pada bulan Oktober Integrasi pekerjaan ini dengan Hutan Desa, untuk mendukung konservasi hutan yang ekeftif
PENELITIAN ORANGUTAN Penerapan teknik-teknik non-invasif baru untuk mempelajari kesehatan orangutan Menyelesaikan survei populasi orangutan terkini di TNGP Penerapan metode analisis spasial yang baru untuk memahami pemanfaatan habitat oleh orangutan
PENDIDIKAN LINGKUNGAN Melanjutkan proyek Ekspedisi Pendidikan Lingkungan 6 penerima baru beasiswa BOCS Menyasar lebih dari 4.500 siswa lewat pembelajaran dalam kelas, kunjungan lapangan, dan kelompok relawan muda
KAMPANYE PENYADARTAHUAN KONSERVASI Kolaborasi dengan International Animal Rescue untuk siaran radio Kehadiran yang lebih luas di media berita, khususnya koran-koran provinsi Fokus kepada evaluasi dampak konservasi dari kegiatan-kegiatan program
INISIATIF HUTAN DESA Memperoleh persetujuan akhir untuk perlindungan kawasan Sungai Paduan dan Sungai Purang Membangun kapasitas untuk pengelolaan hutan dan keorganisasian bagi Lembaga Pemgelolaan Hutan Desa
37
Orangutan jantan berpipi, Prabu, dengan cedera baru dari kompetisi jantan-jantan, menatap jauh ke hutan hujan Taman Nasional Gunung Palung. Foto © Tim Laman.
38
Dr. Cheryl Knott, Direktur Eksekutif Cassie Freund, Direktur Program Sofyan Embik, Direktur Keuangan
STAF PENELITIAN Wahyu Susanto, Direktur Penelitian Kat Scott, Manajer Penelitian Muhammad Rusda Yakin, Asisten Manajer Penelitian Agus Trianto, Asisten Botani Rebecca Ingram, Asisten Peneliti Harissan, Asisten Lapangan Hardianto, Asisten Lapangan Maryadi, Asisten Lapangan Suharto, Asisten Lapangan Andi Abdul Sabta Pelari, Asisten Lapangan Akauliang, Asisten Lapangan Caitlin O'Connell, Peneliti PhD Andrea DiGiorgio, Peneliti PhD Amy Scott, Peneliti PhD Robert Rodriguez Suro, Peneliti
STAF KONSERVASI Mariamah Achmad, Manajer Pendidikan Lingkungan Edward Tang, Koordinator Pendidikan Lingkungan Ranti Naruri, Field Officer Pendidikan Lingkungan Petrus Kanisius, Field Officer Pendidikan Lingkungan Hajeral, Asisten Field Officer Pendidikan Lingkungan F. Wendy Tamariska, Manajer Mata Pencaharian Berkelanjutan Sy. Abdul Samad, Field Officer Mata Pencaharian Berkelanjutan Asbandi, Asisten Field Officer Mata Pencaharian Berkelanjutan Edi Rahman, Manajer Program Perlindungan Satwa Desi Kurniawati, Koordinator Hukum Hutan Desa M. Rizal, Field Officer Investigasi Suryandi, Manajer Kantor Risya Rejita, Asisten Administrasi Rudy, Penjaga Kantor
Terima kasih khusus kepada Balai Taman Nasional-Gunung Palung, yang memfasilitasi penelitian kami di Taman Nasional, dan counterpart penelitian kami dari Universitas Tanjungpura (UNTAN).
DEWAN PEMBINA GPOCP President Cheryl Knott, Ph.D., Direktur Eksekutif, Gunung Palung Orangutan Conservation Program and Gunung Palung Orangutan Project; Associate Professor, Department of Anthropology, Boston University Secretaris: Elizabeth Yaap, M.Sc., Anggota Pendiri, Gunung Palung Orangutan Conservation Program Bendahara: Sonya Kahlenberg, Ph.D., Direktur Eksekutif, Gorilla Rehabilitation and Conservation Education Center (GRACE) DEWAN PEMBINA YAYASAN PALUNG Cheryl Knott, Ph.D., Direktur Eksekutif, Gunung Palung Orangutan Conservation Program and Gunung Palung Orangutan Project; Associate Professor, Department of Anthropology, Boston University Elizabeth Yaap, M.Sc., Anggota Pendiri, Gunung Palung Orangutan Conservation Program Barita O. Manullang, Ph.D. Darmawan Liswanto, Fauna & Flora International (FFI) Sri. Suci Utami Atmoko, Ph.D., Professor, Universitas Nasional Indonesia (UNAS) Andrew Marshall, Ph.D., Michigan University Dedi Darnaedy, Ph.D., Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jito Sugardjito, Ph.D., Direktur Kerjasama Internasional, Universitas Nasional Indonesia (UNAS) Dadan Kusnandar, Ph.D., Universitas Tanjungpura (UNTAN) DEWAN PENGAWAS Yudo Sudarto, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan - Ketapang Ismet Siswadi, Dinas Pendidikan - Ketapang Adi Mulia, Dinas Kehutanan - Ketapang Yohanes Terang, Tokoh Masyarakat, desa Laman Satong Diah Permata Hildi, DEKRANASDA - Kayong Utara
39
ANGGOTA DEWAN GPOCP
DONOR DAN SPONSOR KAMI DI TAHUN 2015 Kami ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh donor kami di tahun 2015: Arcus Foundation; AZA Conservation Endowment Fund; Conservation, Food and Health Foundation; Disney Conservation Fund; Leakey Foundation; Nacey-Maggioncalda Foundation; National Geographic Society; National Science Foundation; Orangutan Outreach; Orang Utan Republik Foundation; Sea World Busch Gardens Conservation Fund; US Fish and Wildlife Service - Great Ape Conservation Fund; Phoenix Zoo; Riverbanks Zoo and Gardens Conservation Fund; Seneca Park Zoo; Wenner-Gren Foundation; Woodland Park Zoo - Partners for Wildlife; dan para pelindung dan donor kami. Kami tak mungkin berhasil tanpa dukungan Anda!
40
DONOR (USD 10 - 4.999) First Giving Schwab Charitable Fund Bateek GRACE Foundation David Brooks Tammy Barcenilla RIchard & Audrey Bribiescas Timothy Devaney Niki Faller Mary Ford
Robert & Ann Freund Elizabeth Hartmann James Moore Peter Palmiotto Tania Pantano Bonnie Rudner Anny Sarlis Terri Scheunemann Hong Yin Anonymous
41
PELINDUNG (USD 5.000-20.000) Nacey Maggioncalda Foundation The Fetterman Sambrook Family Noemi Rosa and Kapil Dhingra Buffy Redsecker and Alan Chung
DONOR DAN SPONSOR KAMI DI TAHUN 2015